Ade Ayu Asdhaniaty. (Foto : Mochamad Ridwan)
JAKARTA, AKTIFLAB.com -- Mengalami luka dan cedera bukanlah halangan bagi Ade Ayu Asdhaniaty dalam mewujudkan cita-citanya menjadi atlet karate internasional. Berbagai gelar juara yang pernah ia raih pun menjadi bukti komitmennya pada olahraga ini.

Dea, begitu panggilannya, mulai menekuni karate sejak kelas 4 SD. Karena ajakan tetangganya, Dea mulai mencoba ikut berlatih karate. Percobaan pertamanya mengikuti sebuah pertandingan tingkat Jawa Barat di Bandung pun langsung menghasilkan gelar juara I mewakili DKI Jakarta.

Sejak itu Dea semakin serius berlatih dan mencetak prestasi. Di antara prestasinya yang lain adalah Juara II Karate se-Asia Pasifik di Hongkong 2007, Juara III Mahesa Karate se-Indonesia 2011, juara I Karate Open Tournament Gojukai Kata Baregu 2012, Juara I Karate Gojukai se-Indonesia Jakarta, dan juara I Karate Kata Baregu 2012 Kejurda (Kejuaraan Daerah) Bandung Jawa Barat.

Seperti profesi lain, karate pun memiliki resiko bagi siapapun yang menjalaninya. Namun bagi Dea, resiko luka-luka dan cedera dalam dunia karate tidak pernah menyurutkan niatnya untuk terus bertanding dan berlatih. “Saya bukan tipe orang yang lenje, berdarah terus nangis,” tegasnya.

“Dulu gampil (pelindung mulut) pernah masuk ke gigi terus dikeluarin sama tim medis. Ini kan gingsul (sambil menunjuk giginya), sering robek bibirnya. Terakhir cedera ini (sambil menunjuk pundaknya) kegeser, jadi sekarang lagi masa pemulihan,” tambahnya.

Meski penuh pengalaman akan pertandingan karate, luka, dan cedera; Dea yang saat ini berkuliah di Universitas Gunadarma jurusan Manajemen Pemasaran ini pernah menjuarai lomba Tari Tradisional se-Jabodetabek pada tahun 2011.  Dea yang saat itu menjabat Ketua Paskibra, Ketua Kelas, dan Sekertaris diajak mencoba dunia tari oleh wali kelasnya yang kebetulan guru tari karena Dea dianggap memiliki tangan dan “perisai” yang bagus.

Dari berbagai pengalamannya di banyak bidang, saat ini Dea tetap memutuskan untuk fokus ke dunia karate yang telah membesarkan namanya dan memberikan beasiswa kuliahnya. “Atlet itu kan pasti ada batas umur. Ada juga batas kejayaannya. Nggak mungkin dong terus-terusan kita karate. Kasian yang di bawah kita. Tapi tetep aja karate itu bakal jadi hidup aku. Udah menjiwai banget,” ungkapnya menutup wawancara dengan Tim Aktiflab.

Reporter: Mochamad Ridwan
Editor: Ratna Saraswati