FOTO : ISTIMEWA

Jakarta, AKTIFLAB - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) sependapat dengan hasil studi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menyebutkan 87 persen siswa dari SD hingga SMA mengalami kekerasan fisik maupun psikis.

Sekjen FSGI Retno Listyarti mengatakan dirinya tidak kaget dengan data yang dikeluarkan KPAI. Kenyataan di lapangan menunjukkan kekerasan di sekolah kerap terjadi, baik oleh guru maupun sesama siswa. Kekerasan tidak bisa hilang dalam dunia pendidikan karena budaya antikekerasan tidak dibangun di sekolah.

"FSGI pernah menyatakan ada yang salah dalam sistem pendidikan di Indonesia. Seharusnya antikekerasan dijadikan budaya yang dibangun. Sekolah harus dibuat sebagai zona aman dan nyaman bagi siswa," kata Retno kepada Beritasatu.com, Minggu (27/1).

Selain itu, teori yang diadopsi dunia pendidikan di Indonesia, yaitu teori behaviour tidak boleh lagi diterapkan. Sebab teori ini menganut doktrin seseorang akan berperilaku sesuai keinginan guru, maka anak didik akan menerima pujian. Sebaliknuya kalau tidak melakukan keinginan guru, anak berhak dihukum.

"Teori ini kan teori yang diterapkan dalam melatih binatang sirkus. Kalau nurut dikasih makanan, kalau tidak nurut dihukum pecut. Di negara maju pendidikannya tidak seperti itu. Di Indonesia, bahkan menteri pendidikan pernah mengeluarkan statement atas dasar nama pendidikan kekerasan boleh dilakukan. Akhirnya guru-guru berlindung di situ. Teori ini yang mesti dicabut," tegasnya.

Begitu juga dengan salah satu kode etik Persatuan Guru Indonesia (PGRI) yang menyebutkan kekerasan boleh dilakukan guru untuk pendidikan. Artinya, PGRI melindungi guru melakukan kekerasan.

Kekerasan di sekolah selalu terjadi, menurutnya, juga disebabkan undang-undang tentang perlindungan anak tidak diketahui dan dipahami secara benar oleh sekolah, guru, siswa dan orangtua murid. Padahal dalam UU itu, antara lain disebutkan, jangankan menyentuh tubuh, melukai psikis anak didik dituntut sanksi pidana.

"Sikap cinta dan kasih dalam pendidikan justru membuat anak-anak senang dan nyaman belajar. Karena itu, kami menentang kekerasan di sekolah. Kami tidak bisa menolerir kekerasan dengan alasan apa pun terhadap siswa," tegasnya.

Sumber: beritasatu.com

Editor: AKTIFLAB