FOTO : ISTIMEWA

Tangerang, AKTIFLAB - World Federation of Neurosurgical Societies menunjuk Indonesia, dalam hal ini Rumah Sakit Siloam, sebagai salah satu pusat pendidikan dan pelatihan bagi dokter spesialis bedah saraf di dunia.

Hal ini disampaikan Eka Julianta Wahjoepramono, anggota Komite Edukasi dan Pelatihan World Federation of Neurosurgical Societies (WFNS), Jumat (25/1), di Universitas Pelita Harapan (UPH), Tangerang. WFNS merupakan induk ikatan ahli bedah saraf dari sejumlah negara, termasuk Indonesia.

”Mulai bulan ini ada dokter muda dari Beijing, China, magang di RS Siloam di Karawaci selama tiga bulan,” ujar Eka.

Di Indonesia, menurut Eka, perguruan tinggi yang bisa mendidik dokter spesialis bedah saraf adalah Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Sumatera Utara.

Ia mengatakan, WFNS menunjuk Indonesia sebagai pusat pelatihan dan edukasi bersama beberapa negara lain di Amerika dan Eropa karena memiliki jumlah kasus bedah saraf tinggi dan bervariasi. ”Bukan hanya bedah saraf akibat trauma, melainkan juga stroke, tumor, dan lainnya,” katanya.

Eka yang juga Guru Besar dan Dekan Fakultas Kedokteran UPH mengatakan, di Indonesia ada 240 ahli bedah saraf. Dengan lebih dari 230 juta penduduk Indonesia, hal itu berarti satu dokter spesialis bedah saraf melayani 1 juta orang. Kondisi idealnya, satu dokter bedah saraf melayani 100.000 orang.

Masalah lain, sebagian besar dokter tinggal di Pulau Jawa. Menurut Eka, minat dokter mendalami spesialis bedah saraf sebenarnya tinggi, tetapi penyebarannya terkendala kelengkapan peralatan dan pendapatan. Peralatan standar spesialis bedah saraf perlu sekitar Rp 30 miliar. ”Untuk peralatan dasar pemindaian, seperti CT Scan atau MRI, harganya Rp 3 miliar,” ujarnya. Hal itu sulit didapat di luar Jawa.

Julius July, instruktur pelatihan dokter spesialis bedah saraf di UPH, mengatakan, perlu sejumlah tahapan sebelum dokter spesialis bedah saraf menangani pasien. Tahapan itu mulai dari praktik pada hewan laboratorium sampai mendampingi dokter bedah saraf senior.

Sumber: kompas.com

Editor: AKTIFLAB