Petty S. Fatimah, Pemimpin Redaksi Femina. (Foto : Istimewa) |
MEDAN, AKTIFLAB.com -- Kehadiran Pemimpin Redaksi Femina, Petty S Fatimah, ke Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi “Pembangunan” (STIK-P) Medan, Jumat, memberikan wawasan dan pencerahan seputar rasa percaya diri lulusan sekolah non negeri yang saat ini tengah dialami sejumlah mahasiwa dan siswa tingkat akhir.
Motivasi dan tantangan tak henti-hentinya terlontar dari bibir mungil jurnalis andal ini untuk menumbuhkan rasa percaya diri niat dan bakat mahasiswa STIK-P di bidang jurnalistik khususnya agar lebih kreatif lagi.
“Menjadi jurnalis butuh kreativitas untuk mendukung kariernya, baik di media cetak maupun elektronik,” ujarnya menambahkan seorang jurnalis harus memiliki kemampuan ganda di manapun media yang akan dimasukinya.
"Seorang jurnalis memang harus memiliki kemampuan ganda, artinya bukan hanya pandai menulis berita saja, tapi memiliki keberanian dan kompetensi untuk menyampaikan informasi dengan benar di semua media," ujar Petty yang sudah delapan tahun menjabat sebagai Pemred Femina itu.
Petty menilai, dalam tiga tahun ke depan hal tersebut sudah menjadi kompetensi dasar bagi setiap media dan kemungkinan setiap media sudah menerapkan ke arah seperti itu.
”Saat ini untuk menjadi seorang jurnalis bukan lagi ditanya soal bisa menulis berita atau tidak. Namun seorang jurnalis harus memiliki sistem manajerial jika kelak ingin menjadi pengelola media,” ujarnya sembari berkata jika ingin menjadi pengelola media, maka sistem manajerial yang baik harus dimiliki seorang jurnalis.
Petty juga menambahkan, untuk menjalankan dunia jurnalistik, maka wartawan harus memiliki sebuah pemikiran marketing communication (komunikasi pemasaran). Karena ketika ingin menulis, maka kita juga akan berpikir bahwa tulisan yang kita buat akan laku di mata pembaca, jadi kita menulis bukan untuk diri sendiri.
“Pintar saja tidak cukup, wartawan harus pandai ilmu marketing dan 'bandel' di luar sekolah. Maksudnya, harus aktif juga organisasi di luar kampus,” tambahnya.
Karena sesungguhnya yang bisa membunuh media tersebut adalah redaktur yang melupakan, mengesampingkan keinginan maupun interest para pembaca serta kurangnya kepekaan tentang segmen pembaca media itu sendiri.
Lulusan Stanford University (AS) yang juga gemar olahraga itu mengungkapkan sekolah jurnalistik berperan melahirkan jurnalis-jurnalis andal dan profesional yang bisa menyeimbangkan kegiatan belajar mengajar formal dan mengaktifkan mahasiswa di organisasi yang berkenaan dengan ilmu jurnalistik, seperti halnya STIK-P.
“Sekolah jurnalis dibutuhkan di tengah menjamurnya media cetak dan elektronik. Karena itu, STIK-P tentunya menjadi tempat belajar yang tepat,” tutupnya.
Turut hadir di antaranya adalah Ketua STIK-P Hj Ida Tumengkol BComm MHum, Pembantu Ketua (Puket) I Dra Hj Nadra Ideyani Vita MSi, Puket II Suprapti Indah Putri SP MIKom, Pemred Waspada Online Avian Tumengkol, mahasiswa, dan sejumlah pelajar SMA Swasta Perguruan Eria Medan.
Sumber : Waspada
Editor : Azka